Minggu, September 09, 2012

CURHAT (21 Desember 2007) part 2 ENDING SEBUAH PENANTIAN

Sudah beberapa hari ini, aku lewat halte itu, tapi lelaki itu tak kelihatan...Aneh, ke mana Bapak itu? Sakitkah dia? Sayang, waktu itu aku lupa menanyakan alamatnya...Entah mengapa, aku merasa sayang kepadanya, padahal baru mengenalnya. Entah karena mengingatkanku akan sosok ayahku, entah karena kasihan, entah karena terharu dengan kejujurannya.

Suatu Minggu aku coba mencari tahu keberadaannya.Kutanya setiap pedagang asongan yang biasa lalu lalang sekitar halte itu. Hasilnya nihil! Kutanya para pengemis, tukang parkir, bahkan sampai orang-orang yang hilir mudik sekitar halte itu. Nol besar! Aneh, ke mana Bapak itu? Seakan ditelan bumi saja. Tak seorangpun tahu ke mana perginya. Apakah memang benar bahwa kepedulian itu telah benar-benar menipis di kota ini? Rasanya aku sudah lelah mencarinya. Kakiku seolah berubah menjadi batang-batang kayu yang kaku. Mataku nanar mencari tempat istirahat yang nyaman sekaligus menghilangkan dahaga yang sejak tadi menggelitik kerongkonganku.

Ah, akhirnya kutemukan juga! Seorang tukang sop buah di bawah pohon besar nan rindang. Dengan gontai aku menuju ke tempat itu. Lumayan antre, tapi tak mengapa, yang penting bisa menyegarkan tubuhku lagi.

Tiba giliranku, yang terakhir pula, tempat itu mulai sepi. Ternyata, mereka membeli dengan bungkusan untuk dibawa pulang.Sedikit lega, tak perlu terlalu lama menunggu.

Iseng kuperhatikan penjual sop buah itu, rambutnya sudah memutih, kulitnya sudah keriput, mungkin sekitar 70 tahunan...tapi masih cekatan membuat sop buah itu. Tak ada keluhan, meski raut kelelahan itu tampak. Hebat! Inilah contoh nyata yang patut diteladani kaum muda. Entah karena iseng pula, aku tanya penjual sop buah itu tentang Bapak yang selalu ada di halte itu. Memang sih, letak gerobaknya agak jauh dari halte, tapi tidak ada ruginya kan bertanya?

”Ooohh...ya..ya..orang yang suka duduk terus di halte itu tiap hari ya? Ya...ya..saya tahu.” Uh, girangnya hatiku seakan dapat durian runtuh, tapi tidak kena durinya.

”Benar, Pak? Ke mana Bapak itu?Tahu tidak,Pak? ”

”Yah, kebetulan saja sih, saya tahu dari temannya yang tukang kebun itu. Kebetulan tukang kebun itu, langganan sop buah saya. Biasanya dia suka belikan satu untuk temannya itu. Katanya sih, Bapak itu menolong orang yang kecelakaan ke rumah sakit, ternyata di sana, dia ketemu istrinya yang sedang berobat jalan diantar oleh salah satu tetangganya. Ternyata pula, orang yang kecelakaan itu anak buah salah satu anaknya. Akhirnya, dia ketemu istri dan anaknya di sana. Katanya juga, anaknya tidak mau menerima bapaknya karena kelakuannya. Istrinya lain lagi, dia malah memaafkan suaminya itu, padahal katanya dia sudah diusir dan disakiti. Akhirnya, anaknya mau menerima bapaknya setelah dibujuk ibunya. Terakhir kabarnya, Bapak itu sudah kumpul dengan keluarganya lagi dan ga numpang di rumah temennya lagi....Hidup memang aneh ya? Kok bisa orang yang ga ketemu bertahun-tahun, bisa kumpul cuma lewat kebetulan??Tapi, memang Tuhan yang Maha Kuasa, ya Nak?”

Aku tertegun, bulatan semangka masih di kulumanku. Seakan tak percaya dengan apa yang kudengar. Ada rasa syukur tak terhingga, Bapak itu bisa berkumpul lagi dengan keluarganya. Terima kasih Tuhan, Kaudengarkan doa-doaku untuknya setiap malam. Terima kasih, Kau telah berikan aku pelajaran hidup yang sangat berharga lewat keajaiban-Mu.