Menjelang hari terakhirnya bersamaku di dunia ini, suamiku memberiku sebuah ilmu yang takkan pernah kulupakan sepanjang hidupku. Ilmu yang sederhana dan memiliki nama yang unik: Ilmu Seribu.
Suamiku           : Mi, kalau kita hanya punya uang seribu rupiah. Lalu hilang yang seratus
                          rupiah, apa yang akan Umi lakukan?
Aku                  : Ya...mencarinya sampai ketemu.
Suamiku           : Ya...jangan begitu, Mi. Nanti Umi malah menjadi orang yang merugi
                           kalau Umi bersikap begitu.    
Aku                  : Loh, kalau begitu seharusnya bagaimana?
Suamiku           : (Tersenyum) Kalau kita memiliki uang seribu rupiah, hilang seratus
                          rupiah, maka yang harus kita lakukan adalah mengikhlaskan yang seratus
                          rupiah dan mensyukuri sisa uang yang sembilan ratus rupiah. Mana yang
                          lebih besar uang seratus yang hilang dengan sisa uang yang sembilan
                          ratus rupiah?
Aku                  : Ya...yang sembilan ratus rupiah. Tapi kenapa begitu,Yah? Bukankah
                           kalau kita cari yang seratus rupiah, uang kita tetap seribu?
Suamiku           :(Lagi-lagi tersenyum) Kalau kita disibukkan mencari uang seratus rupiah
                         yang hilang, maka kita melupakan uang sembilan ratus rupiah yang
                         tersisa. Akibatnya, uang seratus rupiah yang hilang tidak dapat kita
                         temukan, sedangkan uang sembilan ratus rupiah juga hilang karena kita
                         lupa pula menyimpannya.
Waktu itu aku hanya terdiam karena aku kurang memahami maksudnya.Akan tetapi, setelah suamiku pergi meninggalkan aku, aku baru memahami Ilmu Seribu itu. Uang seratus rupiah yang hilang itu adalah gambaran suamiku yang telah menghadap-Nya.Uang sembilan ratus rupiah yang tersisa adalah gambaran anak yatimku dan keluargaku.Di sinilah aku baru mulai memahami Ilmu Seribu itu. Belajar mengikhlaskan yang hilang dan mensyukuri yang tersisa. Jika aku terus menyesali kehilangan suamiku,maka aku akan menelantarkan anak yatimku dan keluargaku. Seandainya hal itu terjadi, maka aku akan menjadi orang yang merugi. Aku tidak hanya kehilangan suamiku, tetapi akan kehilangan anak yatimku dan keluargaku juga. Akan tetapi, jika aku mensyukuri uang yang tersisa, berarti aku harus mensyukuri kehadiran mereka dengan berbuat yang terbaik untuk mereka sekaligus aku belajar mengikhlaskan kepergian suamiku. Dengan bekal ikhlas dan syukur itulah aku belajar menyongsong hidup yang lebih baik, insya Allah.
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar